Minggu, 01 April 2018

Cerita Dewasa Sedarah Bercinta dengan Ayah Tiriku

Simak Saja Cerita Sex Kami. Cerita Bokep , Cerita ,Porno , Cerita Dewasa , Cerita Sex , Cerita Ngentot , Cerita Tante , Cerita Sedarah , Cerita Tukar Pasangan , Cerita Perselingkuhan , Cerita Pemerkosaan , Cerita ABG , Cerita Perawan , Foto Bugil , Foto Memek , Foto Ngentot 


Cerita Dewasa Sedarah Bercinta dengan Ayah Tiriku  Pada awalnya aku tidak ingin ibuku menikah lagi dengan Pak Jarot, seorang pengusaha otomotif yang cukup sukses di kotaku. Bukan hanya karena aku masih belum bisa melupakan kepergian ayah kandungku, namun juga karena beliau sudah memiliki dua isteri. Tapi apa boleh buat, terpaksa aku harus menerimanya sebagai ayah tiriku agar dia bisa membiayai kuliahku.

Seperti pepatah jawa bilang, ‘witing tresno jalaran soko kulino’ lambat laun aku bisa merasakan kehadiran Pak Jarot mampu memberikan nuansa tersendiri dalam keluarga kecil kami. Meskipun aku hanya anak tiri, tapi beliau sangat menyayangiku. Jadi tidak adil rasanya kalau aku tidak membalas kebaikan beliau kepadaku. Anehnya, rasa sayangku kepada beliau justru melebihi rasa sayangku kepada ayah kandungku sendiri. Entah kenapa aku menjadi terobsesi terhadap beliau. Pak Jarot seolah menjadi sosok idola bagiku. Bahkan tak jarang aku berhayal seandainya saja beliau adalah kekasihku, bisa mencumbu dan bercinta dengannya. Pikiran kotor itu selalu hinggap manakala aku berhadapan dengannya.

“Ibu nginep di rumah Pak De, ya Pak?” tanyaku pada suatu malam. Kebetulan Pak jarot baru saja pulang mengantarkan ibu ke rumah Pak De yang lagi punya gawe.

“Iya, mungkin lusa baru pulang. Soalnya acaranya ditunda besok malam.” jawab beliau. “Kamu…..,” Pak Jarot tidak melanjutkan kata-katanya. beliau hanya memandangku dengan heran.

“Kenapa Pak?” Kok bapak ngeliatin Sulis kayak gitu sih? Kayak belum pernah ketemu Sulis aja!” tanyaku penasaran.

“Kamu cantik…!” kata Pak Jarot agak bergumam.

“Saya kenapa Pak?” tanyaku lagi pura-pura tidak dengar.

“Eh…, anu…, nggak kok!” jawab beliau gugup. “Bapak cuma kagum aja ngeliat kamu. Pasti ibumu juga secantik kamu waktu masih muda dulu.”

“Alah…., bohong! Pasti Bapak lagi mikir jorok ya tentang Sulis…?” kataku menggoda. Aku duduk di samping Pak Jarot sambil melingkarkan tanganku ke pinggangnya.

“Ah…, ya nggak lah!” kata Pak Jarot grogi. Dari pandangan matanya tadi aku tahu kalau beliau sempat berpikir jorok mengenai diriku. Terlebih tubuhku hanya terbalut sehelai handuk saja, karena aku baru selesai mandi. Dan tiba-tiba saja terlintas di benakku untuk mewujudkan hasratku untuk merayu ayah tiriku itu.

Dengan manja kau merapatkan tubuhku ke tubuh Pak Jarot dan menyandarkan kepalaku ke bahunya yang kokoh. “Jujur saja, Pak! Sebenarnya dari dulu saya penasaran banget ama bapak. Kenapa sih, Bapak kok dikagumi banyak wanita? Bahkan mereka rela dijadikan isteri yang kesekian oleh Bapak….” kataku sambil memainkan jemariku di atas perut Pak Jarot. Sesekali jemariku menyelinap masuk ke balik kaos oblongnya yang sedikit aku singkap demi merasakan kehangatan perutnya yang keras berotot.

“Haah…,entahlah Lis!” pak Jarot mendesah panjang. “Bapak sendiri juga gak ngerti, kenapa mereka bisa terpikat sama bapak.” Pak Jarot melingkarkan tangannya kepundakku dan mengelus lenganku yang terbuka.

“Mungkin…, apakah mereka…, kagum…, dengan…..” kata-kataku kacau. Sulit sekali untuk mengucapkan kata yang terakhir. Namun aku sudah kepalang tanggung, “…..ini!” akhirnya aku mengucapkan kata terakhir sambil memindahkan tanganku ke pangkal paha Pak Jarot. Dan dengan lembut aku meremas daging kenyal yang ada di antara selangkangan Pak Jarot yang masih terbungkus sarung kusutnya.

Pak Jarot mengerang lirih sambil memejamkan matanya menikmati remasan tanganku di penisnya yang masih lemas.

“Aaahhh…, kamu nakal, Lis!”

“Aku tersenyum dan memandang wajah flamboyan Pak Jarot dengan tatapan sayu, seolah sedang memohon sesuatu dari ayahnya.

“Pak…! Bolehkah saya…..”

“Tentu saja sayang! Bapak akan memberikan apa saja yang kamu inginkan!” Pak Jarot tersenyum. Beliau balik memandangku dengan kasih sayang. Perlahan aku memberanikan diri untuk mengecup bibir ayah tiriku itu. Kumisnya yang cukup tebal memberikan rangsangan tersendiri. Apalagi beliau membalas lumatanku dengan sedotan yang nikmat.

Pak Jarot mengankat kedua tangannya ketika aku mulai menarik kaos oblongnya ke atas. Aku sempat terkesima melihat tubuh Pak Jarot. Jarang-jarang ada pria seusia beliau yang masih memiliki tubuh yang atletis. Bahkan tubuh mantan pacarku dulu tidaklah sebagus Pak Jarot. Bahunya yang lebar, dadanya yang bidang dan perutnya yang rata berotot. Ditambah lagi bulu-bulu halus yang berbaris rapi mulai dari dada sampai ke perutnya dan menghilang di balik gulungan simpul sarung Pak Jarot.

Dengan lembut aku mulai membelai bulu-bulu halus di dada Pak Jarot, diikuti dengan lumatan-lumatan mesra di puting susunya.

“Ooouuhhh…!” Pak Jarot melenguh nikmat. Tangannya yang kokoh membelai mesra rambutku yang masih agak basah, sementara tangan satunya menarik lepas handuk yang melilit tubuhku. Seketika itu juga terbukalah tubuh putih mulusku di hadapan ayah tiriku itu.

Sementara itu perlahan lumatanku menuruni dada bidang Pak Jarot, melewati perutnya yang berotot dan berhenti di bawah pusarnya. Sesaat aku menelan ludah, dan dengan perlahan tangan kiriku menyelinap masuk ke dalam sarungnya, mencari sesuatu yang sangat aku impikan selama ini.

“Aaahhhggg…., Lis!” kembali ayah tiriku itu melenguh ketika jemariku menyentuh kejantanannya.

Dari dalam sarungnya aku bisa merasakan penis Pak Jarot yang mulai mengembang dan bergerak-gerak. Aku sudah tak sabar lagi untuk menyaksikan senjata andalan ayah tiriku itu. Sedikit demi sedikit aku menyingkap dan menurunkan gulungan sarung Pak Jarot. Beliau juga membantuku dengan mengangkat pantatnya agar sarung kusutnya itu bisa lolos dan jatuh ke bawah sofa.

“Astaga, Pak!” aku terpekik ngeri melihat benda yang ada di genggamanku.

“Kenapa, Lis?”

“Inikah yang membuat semua wanita tergila-gila pada Bapak?” tanyaku takjub.

“Mungkin juga. Lis….Oouuhh…!”

“Pantesan aja. Wanita mana yang tidak tergila-gila melihat kontol sebesar ini!” kataku sambil mengelus dan mengurut kontol Pak Jarot.

“Tapi kamu juga suka kan, Lis?”

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan Pak Jarot. Dan perlahan-lahan aku mendekatkan wajahku ke arah kejantanannya. Dengan penuh kasih sayang, aku menggesek-gesekkan batang kontol Pak Jarot ke pipiku. sesekali aku menjilat dan mengecup permukaan kulitnya yang berurat.

“Ooouuhh…, Lis! Terus….Oouuhhh….!” Pak Jarot mulai bereaksi. Tangannya mulai melancarkan aksinya, memelusuri lekuk-lekuk tubuhku. Membelai punggungku dan meremas pantatku yang membuatku bersemangat. Aku bahkan mengangkat pantatku lebih tinggi ketika jemari Pak Jarot menyelinap di belahan pantatku. Dengan kedua lutut bertumpu di sofa beludru itu, ak
u menjadi lebih leluasa untuk memainkan batang kontol Pak Jarot. Beliau juga lebih mudah untuk menusukkan telunjuknya ke memekku yang sudah basah.

“Ooouucchhh…., Pak!” rintihku.

“Ayo, Lis! Hisap kontol Bapak…!”

Aku menuruti perintah Pak Jarot. Dengan lembut aku melumat ujung kontol Pak Jarot.

“Oh yahhh.., terus Lis! Masukkan lebih dalam lagi….!”

Dengan susah payah aku berusaha membuka mulutku lebar-lebar agar kontol Pak Jarot bisa masuk ke dalamnya. Kemudian perlahan-lahan aku menggerakkan kepalaku maju mundur seiring dengan gerakan tanganku yang mengocok batang kontolnya.

“Oohh, yeah….nikmat banget, Lis! Ooohh….!”

Aku tidak menghiraukan rintihan Pak Jarot. Aku malah keasyikan mengulum dan melumat kejantanannya yang besar itu. Seperti anak kecil yang tangah menikmati ice cream coklat atau melumat lolipop. Sesekali aku menyedot ujung kejantan ayah tiriku yang sudah berdiri kokoh itu. Aku perkirakan sekarang ukurannya mencapai 20 cm dengan diameter 5 cm. Cukup besar untuk ukuran kontol pria Indonesia.

Cukup lama aku memainkan batang kontol Pak Jarot di dalam mulutku. Sampai akhirnya aku melepaskan kulumanku untuk mengambil nafas.

“Waaahhh…, kontol bapak memang luar biasa besar!” pujiku.

“Sedotanmu juga nikmat, Lis! Bapak sih sudah nggak sabar untuk merasakan sedotanmu yang lain!”

“Saya juga sudah ndak sabar pengen nyoba sodokan kontol bapak ang besar ini!” Kataku sambil terus mengelus dan mengocok kejantanan Pak Jarot. “Gimana kalau kita mulai sekarang saja?”.

Pak Jarot mengangguk. Beliau mengangkat tubuhku ke atas pangkuannya. Kedua kakiku mengangkangi tubuhnya sehingga memekku yang sudah basah menganga lebar, menanti sebuah benda tumpul mengoyaknya.

“Giman, Lis? Kamu sudah siap?’ tanya Bapak meyakinkanku.

Aku mengangguk pelan sambil menatap sayu wajah Bapak. Perlahan-lahan tangan kanan Pak Jarot membimbing kontolnya yang sudah berdiri angkuh ke arah memekku. Aku sempat menahan nafas selama beberapa detik. Namun Pak Jarot ternyata belum memasukkan kontolnya ke gua darbaku. Beliau malah mempermainkan ujung kontolnya di bibir vaginaku. Beliau menggesek-gesekkan ujung penisnya di permukaan kelentitku yang berdenyut-denyut.

“Ooouccchh…., ooouuchh…, Ssshhhtt….! Aduh, Pak….geli….ooucchh…!”

“Gimana sayang? enakkan?”

“Aduh, Pak! cepetan masukin dong! Saya udah nggak sabar nih…., aauhh….!”aku kelonjatan menahan rasa antara geli dan nikmat. keringat mengalir deras membasahi tubuh kami. Terlebih ketika Pak Jarot mulai menusukkan ujung kontolnya ke memekku.

“Aduh…! Ooouhh…., sakit Pak!” rintihku menahan rasa perih di bibir kemaluanku.

“Tenang saja, Lis! Tahan dulu, nanti juga rasa perihnya akan hilang sendiri!”

Kembali Pak Jarot menusukkan batang kontolnya yang besar itu lebih dalam lagi, sambil memegang buah pantatku. Dengan naluriku, akupun menurunkan pantatku sambil mencengkeram erat pundak Bapak agar kontol beliau segera masuk seutuhnya. Dan…, Blesss….! akhirnya kontol Bapak yang besar itu bisa menembus gua darbaku.

Meskipun aku sudah tidak perawan lagi, namun Pak Jarot tidak mempertanyakannya. Untuk beberapa saat bapak membiarkan kontolnya terbenam di dalam rongga vaginaku. Kemudian dengan menyelonjorkan kedua kakinya, belia mengangkat sedikit pantatku dan menekannya kembali ke bawah secara perlahan.

“Ooouhhh….!” beliau mendengus nikmat. Aku tahu yang diinginkan Pak Jarot. Dengan kedua tanganku bertumpu di dada kekarnya, aku mulai mengayunkan pantatku ke atas dan ke bawah secara perlahan.

“Ooouuhhh…., yeah! Bagus, Lis! Terus….!”

“Aduh, Pak! Kontol Bapak kegedean….ooucchhh….!” aku merintih. Ada rasa nyeri disekitar bibir vaginaku. Namun aku menahannya dan terus mengayunkan pantatku. Hasilnya, rasa perih itu perlahan-lahan menghilang, berganti dengan rasa nikmat yang luar biasa. Terlebih saat aku membuat gerakan pantat memutar, terasa banget urat-urat yang bertonjolan di batang kontol Bapak menggesek-gesek dan mengorek-ngorek dinding vaginaku.

“Alamaaakkk…! Nikmat banget goyanganmu, Lis! Oouhhh… yeah…. jepitanmu sungguh mantap!”

Semakin lama gerakanku semakin liar. Menghentak-hentak dan meliuk-liuk di atas tubuh Pak Jarot, pria yang sudah aku anggap ayahku sendiri itu. Kami terus berpacu melawan waktu. Desahan, lenguhan dan rintihan nikmat terdengar memburu, seiring dengan tarian keringat yang mengalir di tubuh kami.

“Ooouucchh…,Pak! Sulis sudah nggak kuat lagi Pak! Ooouugghh….Ooouugghh!”

“Sabar sebentar ya sayang! Ayo, lebih cepat lagi goyangnya! Ooohhh…!” aku mempercepat gerakanku, bergoyang-goyang dan menjepit-jepit batang kontol Pak jarot. Sampai akhirnya…..

“Aaarrggghhhh…..! Sulis keluar, Pak! Ooohhhh…!”

Aku sudah tidak bisa menahan magma panas yang keluar meleleh dari dalam memekku. Tubuhku seketika lunglai. Seluruh tulangku seolah rumuk. aku memeluk erat tubuh kokoh ayahku itu. Namun Pak Jarot masih terlihat tangguh. Beliau masih terus menyodokkan kejantanannya yang masih berdiri angkuh. Menghunjam dahsyak ke dalam memekku sampai terdengar bunyi yang berkecipak.

Ceplok…!Ceplok…! Ceplok…!

“Ayo Sayang! Goyangkan pantatmu….! Beri bapak kepuasan! Oooouuhhh…..!”

Dengan sisa-sisa tenagaku aku berusaha menggoyangkan pantatku, menjepit dan memelintir batang kontol Pak Jarot di dalam memekku.

“Ayo Lis! Lebih cepat lagi….! Ooohhh…., ssshhhttt…..! Bapak sudah mau…., keluar….ooouhhhh!”

Kami mempercepat gerakan mengayun. Sampai beberapa saat kemudian, aku merasakan batang kontol Pak Jarot mulai berdenyut-denyut di dalam rongga vaginaku. Makin lama denyut kontol Pak Jarot semakin cepat, sampai…..

Crottt….! Croottt…! Croootttt….!

“Aaaaggghhhh….ooougghhh…., akhirnya!” Pak Jarot mengerang panjang sambil tetap membenamkan batang kontolnya. Cairan panas dan kental menyembur deras dari kejantanan Pak jarot. Meluber membasahi paha kami sampai dengan sofa beludru yang menjadi saksi bisu pergumulan kami.

“Ooohh.., Bapak memang benar-benar hebat!”

“Permainanmu juga hebat Lis! Bapak belum pernah merasakan senikmat ini sebelumnya!”

Aku mencium bibir Pak Jarot kembali, “Pantesan banyak wanita yang tergila-gila sama bapak! Semuanya pasti ketagihan jika merasakan kehebatan bapak!” pujiku.

Malam itu bukanlah malam yang terakhir bagi kami untuk bercumbu. aku sendiri memang sudah ketagihan akan kehebatan kontol Ayah tiriku itu. Sering kali aku mengundang Pak Jarot ke kamarku hanya untuk meminta kenikmatan dari batang kontolnya yang besar itu.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar